Kamis, 21 April 2011

istri suami sama2 bekerja

bisa dibilang aku belum pernah bekerja dalam arti sesungguhnya, dr mulai mengirim lamaran pekerjaan, wawancara etc, hingga melakukan aktivitas rutin harian jam sgini smpe sgitu harus di sini atau begini... memang pernah sich nyoba jualan makanan di pinggir jalan selama 3 bulanan, menjemput rizki... kita khan gak tahu rizki itu Allah beri dalam bentuk apa ato ikhtiar kita gimana yg nantinya sbg jalan berkahNya...

so, spt tulisan kmarin, maka hanya indidentil bagiku ktika harus meninggalkann meninggalkan anak-anak ato gak ngurusin tetek bengek kerjaan rumah

Mungkin banyak yg lupa ya (ato gak ngeti krn gak mau nyari tahu or terpenjara stigma masy) bahwa segala tetek bengek urusan rt sbenarnya adl kewajiban suami. benar hlo, Insyaallah itu yang nabi ajarkan dan seharusnya kita pahami dan kita ikuti

Cobalah mencari ayat Qur'an atatu hadist yang menyatakan bahwa wanita itu wajib beberes rumah, masak ato nyuci baju serumah. Gak bakalan ada, gak bakalan nemu. Itulah sebagian bukti mulianya kedudukan perempuan dalam Islam. Tapi apakah kita semua tahu dan mau memahami Keislaman kita hingga berani berbeda dg sekitar kita?

Berani tampil beda dalam rangka proses membentuk Muslim sejati, Islam secara kafffah yang tidak ditunjukkan dengan lebatnya jenggot, panjangnyaa gamis, meledakkan bom, terlebih "menghina" sesama muslim?

kutulis "menghina" sesama muslim, karena persoalan klasik tapi sangat tdk bermutu ini selalu ada di anatar kita dan sesungghunya membuat umat islam bertambah lemah karena saling serang antar sesamanya.

Ada komunitas tertentu yang bagi saya menggunakan bahasa "tarzan" hingga bila kbetulan saya tengah bersilaturahim dengan mereka, saya merasa terasing, outsiders, liyan... karena mereka bukan menggunakan bahasa suku di mana mereka berdomisili ato menggunakan bahasa resmi negara kita, tapi bahasa campur yg biasa digunakan dalam komunitas ngaji mereka.

Padahal saya tengah bersilaturahim, kangen, menyambung persaudaraan sesama muslim, meski tdk satu majlis ngaji. Kadang ada tanya besar di hati, tak bisakah mereka gunakan istilah2 khusus itu dalam komunitas mereka saja? tak perlulah mereka gunakan pistilah itu ktika kami tengah berbincang ringan ttg resep sebuah masakan atopun ttg kabar anak2 dan sanak kenalan..... memangnya klo tampil berbeda, eklusif, pasti sudah benar sendiri apa? Apa hak mereka untuk melabelling orang lain? Bukankah Allah Yang Maha Sempurna telah mengajarkan keseimbangan dalam perbedaan, baik buruk itu utamanya di hati dan itulah yang paling susah dijaga?

ngelantur ya... hehehe... kembali ke pasutri
Klo smua dah paham hak dan kwajiban hidup akan terasa lebih mudah
menjadi muslimpun akan terasa lebih nikmat
Berbagipun akan terasa lebih indah

hari gini, teknologi (semampunya ya, saya pribadi termasuk org yg setuju dg prinsip say no to kredit alias cicilan yg emang bikin mata dan hati pccl bla hampir jatuh tempo)sgt mbantu kerjaan rumah.
Saya emang kurang se7 dg mereka yg hobby jajan (beneran, makanan), bila itu dilakukan hampir sepanjang hari, spanjang tahun, spanjang umur. Emang sich, klo masak sendiri repotnya smpe saat habis makan, harus nyupirlah, nylaslah, nyucijanlah...(cuci piring, cuci gelas, cuci pa.ci dan wajan)..... btw kdang aku kok ngiri ya klo liat di program2 luar mereka melakukan itu semua tanpa pembantu (mahal booo)....... iri bagi waktunya maksudnya, iri dg mekandirian mreka sejak masih kanan2 dan iri dlm ksungguhan menjalani multi bahkan triple perannya...

so, klo punya dana ekstra u gadget gunakan gadget, klo punya embak sring bikin puyeng ya anak di TPAkan (bukan sampah hlo ya)bwt gunakan waktu yg ada scr lebih berkualias, penuhi kbutuhan anak akan rasa kasih dan kenyamanan di rumah dg ortunya shg ada saling kepercayaan disana. yg penting lagi apapaun itu, buka mata hati hingga bila ada sesuatu yg mencurigakan segera dpt mendeteksi(bukannya ngajak syuudzon hlo) btw jangan mengingkari diri sendiri, karena bila menolak kata hati pastilah musibah yg didapat..... to be continued.....

Tidak ada komentar: