Senin, 31 Agustus 2009

MENGGAPAI MALAM KEMULIAAN RAMADHAN

“Sesunguhnya Kami telah menurunkannya (al-Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu. Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS Al-Qadr : 1-5).
Malam kemuliaan tidak lain adalah malam lailatul qodr. Malam yang lebih baik dari 1.000 bulan atau sama dengan 83 tahun 4 bulan. Salah malam yang berada di bulan Ramadhan sebagaimana dalam firman Allah Surat Al Baqarah 184. Ibnu ‘Abbas Ra berkata: Allah menurunkan Al Quran keseluruhannya secara sekaligus dari Lauh Mahfuzd ke Baitul’lzzah (langit pertama) pada malam Lailatul Qodar. Kemudian diturunkan pula berangsur-angsur kepada Rosulullah SAW sesuai dengan konteks berbagai peristiwa selama 23 tahun.”
Pada malam itu turun para malaikat dan malaikat jibril dengan ijin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu penuh kesejahteraan hingga terbit fajar. Malam di mana pintu-pintu langit dibukakan, doa dikabulkan, segala takdir yang terjadi pada tahun ini ditentukan.
Suatu hal yang perlu diperhatikan mengenai keistimewaan malam kemuliaan ini ialah, bahwa Allah memuliakan segenap manusia dengan cara menurunkan cahaya petunjuk pada malam itu. Karenanya, gelap kesesatan hilang sirna. Pada malam itu Allah menghidupkan hati manusia kalau mereka mau melakukan amal-amal yang saleh. Pada malam itu turun para malaikat dan termasuk juga Jibril.
Satu lagi keistimewaan malam kemuliaan tersebut ialah, kalau peristiwa turunnya malaikat Jibril kepada Rasulullah SAW membawa wahyu sudah berlalu, maka pada malam kemuliaan itu seakan-akan merupakan rekonstruksinya ataupun demi pembaharuan kesejahteraan bagi manusia. Apabila Jibril waktu itu turun dengan membawa wahyu dan syariat Islam, maka pada malam kemuliaan itu beliau turun lagi setelah mendapat izin dari Rabbnya untuk mengatur segala urusan yang berlaku setahun bagi penghuni bumi. Para malaikat pun ikut turun dengan membawa segenap kesejahteraan. Pada malam itu seolah-olah seluruh dunia tengah terjaga menyambut tanda-tanda kesejahteraan, kedamaian, kebajikan dan keselamatan.
Dari Wailah Ra: Lailatul Qodar adalah malam yang terang benderang, tidak seberapa panas dan tidak seberapa dingin, tidak ada awan, tidak ada hujan, tidak berangin kencang, tidak ada bintang yang dilemparkan (meteor). Sebagian tanda pada siang harinya adalah matahari terbit tidak bersinar terang.” (HR Thabrani)
Biasanya terdapat pada sepuluh malam terakhir pada bulan Ramadhan dan diharapkan pada malam-malam ganjil lebih kuat dari pada malam lainnya. Dari Ibnu Umar Ra bahwasannya beberapa sahabat Nabi SAW memimpikan Lailatul Qodar pada tujuh malam terakhir (dalam bulan Ramadhan); kemudian Rosulullah SAW bersabda: Aku perhatikan impianmu itu benar-benar tepat pada tujuh malam terakhir, maka barangsiapa yang ingin mencari Lailatul Qodar maka hendaklah ia bersungguh-sungguh pada tujuh malam terakhir dari Ramadhan.” (HR Muttafaqun ‘Alaih)
Aisyah berkata: Rosulullah SAW selalu beriktikaf pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan serta bersabda: “Bersunguh-sungguhlah kamu sekalian mencari Lailatul Qodar pada sepeuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan.” (HR Bukhari dan Muslim)
Karena itu seorang muslim disunatkan mencari Lailatul Qodar pada malam bulan Ramadhan. Terlebih pada malam ganjil pada sepuluh hari terakhir sebagaimana dilakukan Rosulullah SAW.
Dan senantiasa mengharap rahmat dan keberkahan dari Allah dan takut dari siksa-Nya memanfaatkan malam tersebut dengan sungguh-sungguh dengan membaca Quran, iktikaf di masjid, memperbanyak salat sunat, berdzikir, bertasbih, istighfar, memperbanyak sedekah, membaca sholawat nabi atau memperbanyak amalan. Agar Allah menerima ibadah, mengampuni dosa-dosa, merahmati dan mengabulkan doa kita.
Rosulullah SAW bersabda: “Barangsiapa mendirikan salat pada Lailatul Qodar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR Muttafaqun ‘Alaih).
Aisyah Ra berkata: Wahai Rosulullah SAW, bagaimana pendapatmu bila aku tahu, malam Lailatul Qodar. Apakah kiranya yang aku baca? Rosulullah SAW bersabda: “Bacalah Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fuann (i.” (HR Nasai)
“Ya Allah, tolonglah kami untuk bisa melakukan ibadah pada malam kemuliaan. Berikan kepada kami berkat kebajikannya. Ampunilah kami. Terimalah permohonan kami agar Engkau berkenan membebaskan kami semua dari siksa neraka. Sesungguhnya Engkau adalah Dzat yang maha mendengar dan yang maha mengabulkan do’a. Semoga shalawat dan salam sejahtera Allah senantiasa terlimpah bagi hamba dan Rasul-Nya yang mulia Muhammad SAW”.
Rasulullah SAW bersabda: “Perangilah nafsu kamu dengan menahan lapar dan dahaga, karena pahalanya seperti pahala orang yang berjihad di jalan Allah dan tidak ada amalan yang disukai di sisi Allah daripada menahan lapar dan dahaga”. Wallahu a’lam.(*)

AMALAN SEPULUH MALAM TERAKHIR

Aisyah Ra berkata: adalah Rosulullah SAW bila sudah memasuki sepuluh hari yang terakhir dari bulan Ramadhan mengikat sarungnya dengan erat, mengisi malamnya dengan beberapa ibadah dan membangunkan istrinya. (HR Muttafaqun ‘Alaih). Maksud mengikat sarung atau mengencangkan kainnya, beliau menjauhkan diri dari menggauli istri-istrinya. Diriwayatkan dari Anas Ra, bahwa Rosulullah SAW tidak kembali ke tempat tidurnya hingga bulan Ramadhan berlalu.
Mandi antara Maghrib dan Isya. Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Aisyah Ra, Rosulullah SAW jika bulan Ramadhan seperti biasa tidur dan bangun. Dan manakala memasuki sepuluh hari terakhir beliau mengencangkan kainnya dan menjauhkan diri dari menggauli istri-istrinya serta mandi antara Maghrib dan Isya. Ibnu Jarir rahimakumullah berkata, mereka menyukai mandi pada setiap malam dari malam-malam sepeuluh hari terakhir. Di antara mereka ada yang mandi dan menggunakan wewangian pada malam-malam yang paling diharapkan di dalamnya turun lailatul Qodar untuk membersihkan diri.
Menurut riwayat Muslim, adalah Rosulullah SAW bersungguh-sungguh dalam beribadah pada sepuluh hari yang terakhir dengan ibadah yang tidak dijalankan dengan sungguh-sungguh di bulan lain. Beliau mengkhususkan sepuluh hari terakhir itu dengan amal perbuatan ibadah yang tidak dijalankan pada bulan lain.

Anas Ra berkata, Rosulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah telah memberikan Lailatul Qodar pada umatku dan tidak memberikannya kepada umat sebelum umatku. (HR Addailami)
Dari Ubadah bin Asshomit Ra, Rosulullah bersabda: “Carilah Lailatul Qodar pada malam sepuluh hari terakhir. Sebab sesungguhnya malam Lailatul Qodar jatuh pada malam yang ganjil, malam duapuluh satu, duapuluh tiga, duapuluh lima, duapuluh tujuh, duapuluh sembilan atau pada terakhir malam bulan Ramadhan. Barangsiapa yang mengisi malam tersebut dengan ibadah diserta keimanan dan bertujuan mencari ridho Allah maka diampuni dosa yang telah lewat dan dosa yang akan datang.” (HR Thabrani)
(Sumber Kitab Irsyadul ‘Ibad, Riadhus Sholihin).

Minggu, 30 Agustus 2009

Gus Mus

Ambillah yang bersih dari temanmu dan tinggalkan mana yang keruh darinya, karena umur manusia terlalu pendek untuk mencela orang lain.

Sabtu, 29 Agustus 2009

ADAB-ADAB PERSAHABATAN

“Tanyailah hatimu tentang kecintaan orang lain
Itu adalah saksi yang tidak menerima suap
Janganlah kamu tanyai mata tentan kecintaan itu
Karena ia akan menunjukkan lain dari yang tersembunyi dalam hati.”

12 Adab Persahabatan sebagaimana dikutip dalam Kita Maroqil Ubudiyah:

1. Mengutamakan temannya dalam pemberian harta.
2. Menolong dengan jiwa dalam memenuhi kebutuhan atas kemauan sendiri tanpa menunggu permintaan.
3. Menyimpan rahasia yang disampaikan temannya kepadanya dan tidak menyampaikannya kepada orang lain sama sekali maupun kepada temannya yang paling akrab dan tidak menyingkapnya sekalipun setelah pemutusan hubungan dan mengalami kesehatan.
4. Meyampaikan sesuatu yang menyenangkan berupa pujian orang kepada di samping menampakkan kegembiraan.
5. Hendaknya ia memanggil temannya dengan nama yang paling disukainnya dan memujinya dengan menyebut kebaikannya yan ia ketahui karena hal itu termasuk sebab terbesar untuk menimbulkan kecintaan.
6. Hendaklah ia memaafkan kesalahannya dalam agamanya karena melakukan maksiat atau kurang memenuhi hak persaudaraan, walaupun ia sanggup imbalannya karena sikap itu lebih besar pahalannya.
7. Mendoakannya ketika berada sendirian di masa hidupnya dan sesudah matinya dengan segala yang disukainya bagi dirinya dan keluarganya.
8. Tetap setia dalam mencintainya sampai mati terhadap ana-anaknya dan para kerabatnya setelah temannya meningalnya seperti sebelumnya. Karena cinta itu dimaksud untuk akhirat.
9. Hendaklah ia berusaha meringankan dan tidak membebaninya dengan sesuatu yang memberatkan.
10. Mendahului memberi salam kepadanya ketika berjumpa dengannya.
11. Keluar dan menyambut serta mengantarkannya ketika temannya berdiri demi menghormatinya kecuali bila ia melarangnya.
12. Diam ketika temannya berbicara hingga selesaikan bicaranya dan tidak mencampuri pembicaraanya.

Kamis, 27 Agustus 2009

JANGAN BERTEMAN DENGAN ORANG BODOH

By: Yuliantoro

Sahl bin Abdullah dalam kitab Maroqil Ubudiyah mengatakan hindarilah berteman dengan tiga macam orang, yaitu para penguasa yang sombong dan lalai, para ahli baca (ulama) yang berpura-pura baik dan pra pengamal tasawuf yang bodoh. Dan jika engkau cari teman untuk jadi mitra belajar dan teman dalam urusan agama serta dunia, perhatikan lima perkara ini.
Pertama, carilah teman yang berakal (cerdas). Sayyidina Ali bin Abi Thalib berkata: Janganlah engkau berteman dengan orang bodoh dan jagalah dirinya. Banyak orang bodoh membinasakan orang berakal ketika berteman dengannnya. Manusia diukur dengan manusia bila berjalan dengannya, seperti sandal dengan sandal bila sandal itu berdampingan dengan pasangannya. Sesuatu itu berdampingan ukuran dan kemiripan dengan benda lainnya sedang hati itu menjadi petunjuk hati yang lain bila berjumpa dengannya.”
Kedua, akhlak yang baik. Orang yang memiliki akhlak buruk tidak bisa mengendalikan nafsunya di waktu marah dan bangkit syahwatnya. Orang berakal memahami segala sesuatu apa adanya sehingga jika dikuasai amarah dan syahwat atau kekikirannya atau sifat penakut, maka ia menuruti hawa nafsunya dan menentang apa yang diketahuinya. Itulah akhlak buruk. Alqomah bin Milhan Ra berwasiat kepada anaknya menjelang wafat. Ia berkata: “Hai anakku, apabila engkau ingin berteman dengan sesorang, maka bertemanlah dengan orang yang apabila engkau melayaninya dengan perkataan dan perbuatan, ia melindungimu dalam kehormatan, jiwa dan hartamu. Jika engkau berteman dengan, maka ia mengiasimu. Jika engau tidak mempunyai biaya, maka ia menanggungnya dan mencukupimu.”
Ali bin Abi Thalib berkata: “Sesungguhnya saudaramu yang sebenarnya adalah yang bersamamu dan yang membahayakan dirinya untuk memberimu manfaat dan yang ketika datang musibah, ia menolongmu ia korbankan dirinya untuk menyenangkanmu.”
Ketiga, janganlah berteman dengan orang fasik yang terus menerus melakukan maksiat besar. Allah berfirman: “Janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah kami lalaikan dari mengingat kami serta menuruti hawa nafsuna dan keadaannya itu melampaui batas.” (Al Kahfi)
Orang fasik selalu melakukan maksiat secara terus menerus, mengajakmu melakukan kemaksiatan, suka melakukan ghibah (dosa besar), hatinya selalu dihinggapi iri dengki.
Keempat, bertemanlah dengan orang yang tidak tamak terhadap dunia. Berteman dengan orang tamak adalah racun dunia yang mematikan. Dalam Kitab Ihya Ulumuddin dikatakan bergaul dengan orang tamak menambahkan ketamakanmu dan bergaul dengan orang zahid menyebabkan kezuhudanmu. Ali Ra berkata: Hiduplah ketaatan-ketaan dengan duduk bersama orang yang disegani.
Lugman berkata kepada anaknya: Hai anakku duduklah dengan para ulama dan mendekatlah kepada mereka dengan kedua lututmu, karena hati menjadi hidup dengan mendengarkan hikmah seperti bumi yang tandus dihidupkan dengan hujan deras.
Kelima, berkata benar. Jangan berteman dengan pendusta karena engkau tidak tahu keadaannya yang sebenarnya. Jangan berteman dengan orang kikir karena ia menghalangi untuk mendapatkan sesuatu yang paling engkau butuhkan. Janganlah berteman dengan orang penakut karena ia akan membiarkanmu dan lari di saat menghadapi bahaya. *** www.lidahwali.com

Rabu, 26 Agustus 2009

WALAU KECIL, RIYA’ TETAP SYIRIK

By: Yuliantoro

Di jaman sekarang banyak kita jumpai di jalan-jalan atau keramaian umum orang menonjolkan aribut-atribut keislamannya. Seperti jenggot, jidat ngapal, celana congklang, berjenggot serta aribut lainnya. Kesan yang muncul seolah-olah ingin menunjukkan bahwa ini dialah yang paling Islam. Apakah perilaku tersebut cermin dari amalan Islam yang benar? Bisa jadi mereka riya’.
Riya’ adalah syirik tersembunyi. Asal syirik ialah mencari simpati dalam hati orang-orang dengan menonjolkan sifat-sifat baik untuk memperoleh kedudukan dan supaya engkau disegani oleh mereka. Cinta kedudukan termasuk hawa nafsu yang diikuti dan kebanyakan orang binasa karenanya. Banyak amalan-amalan diperbuat manusia, namun akhirnya rusak karena riya’.
Dalam kitab Muroqil Ubudiyah, perbuatan riya’ itu ada lima macam. Pertama, riya’ dalam agama dengan menonjolkan badan seperti menampakkan kurus dan pusat serta membiarkan rambut-acal-acakan. Kurus ingin menunjukkan jika ia sedikit makan. Pucat ingin menunjukkan sedikit atau kurang tidur di waktu malam dan sangat sedih atas agama.
Kedua, riya’ dengan penampilan dan pakaian, seperti menundukkan kepala di waktu berjalan, bersikap tenang dalam gerak serta membiarkan bekas sujud pada mukannya, mengenakan baju kasar, tidak membersihkan baju dan membiarkan robek serta memakai baju bertambal.
Ketiga, riya’ dengan perkataan seperti mengucapkan kata berhikmah dan menggerakkan bibir dengan dzikur di hadapan orang banyak. Amar makruf nahi mungkar di hadapan orang banyak, menampakkan marah atas perbuatan mungkar, menampakkan penyesalan karena orang lain berbuat maksiat, melemahkan suara di waktu berbicara dan melunakkan suara ketika membaca Al Quran untuk menunjukkan rasa takut dan sedih.
Keempat, riya’ dengan amal, seperti riya’nya orang salat, lama di waktu berdiri, sujud dan rukuk, tidak menolah, meluruskan kedua telak kaki dan kedua tangannya. Begitu pula waktu puasa atau haji dan waktu mengeluarkan sedekah dan memberikan makanan.
Kelima sikap riya’ kepada teman-teman, para tamu dan orang-orang yang bergaul seperti orang-orang yang bergaul seperti orang yang berusaha mendatangkan seorang alim atau abid atau seorang raja atau seorang pejabat supaya dikatakan bahwa mereka mengambil berkah darinya karena kedudukannya yang besar dalam agama dan seperti orang yang banyak menyebut guru-guru supaya dilihat bahwa ia mempunyai banyak guru dan belajar dari mereka sehingga merasa bangga dengan guru-gurunya.
Bangga dengan keislaman adanya kalanya baik, namun jika salah tanpa didasari ilmu agama yang cukup justru menjerumuskan pada dosa besar, seperti riya’. Riya’ adalah dosa besar karena masuk dalam kategori syirik (menyekutukan Allah) kecil. Sekecil apapun yang namanya syirik ya tetap syirik. ***

Selasa, 25 Agustus 2009

SIWAK, SALAH SATU DIMENSI UKHUWAH ISLAM

By; Yuningsih Purwoastuti
Islam sangat menekankan kebersihan dalam setiap aspek kehidupan. Inna afdholu minal iman. Kebersihan di sini mencakup dimensi fisik seperti adanya kewajiban wudhu, mandi - khususnya mandi besar -, siwakan -menggosok gigi – menghilangkan najis, maupun menjaga kebersihan alam dengan tidak mengotori dan merusaknya. Adapun dimensi mental maupun kebersihan hati, dengan menghindari penyakit hati – iri, dengki, sombong, agar ukuwah dapat terjaga.
Rasulallah bersabda : Hendaknya kalian selalu bersiwak, karena dalam bersiwak itu ada sepuluh perkara terpuji, yaitu
1. dapat membersihkan mulut
2. membuat Allah ridha
3. membuat setan marah
4. dicintai Allah dan malaikat pencatat amal
5. menguatkan gusi
6. menghilangkan lendir pada tenggorokan
7. menyegarkan nafas
8. membersihkan cairan yang tidak berguna
9. menguatkan pandangan mata
10. menghilangkan bau busuk di mulut (Nashaihul Ibad)
Al Quran Surat Al Baqarah ayat 2 Allah telah berfirman : Dan ingatlah ketika Ibrahin diuji Rabbnya dengan beberapa kalimat perintah lalu Ibrahim menunuikannya, dijelaskan oleh Ibnu’ abbas bahwa maksud dari beberapa kalimat dalam ayat ini adalah sepuluh perkara yang diperintahkan, yakni lima perkara ada di kepala dan lima perkara lagi ada di badan. Lima perkara yang ada di kepala adalah:
1. bersiwak,
2. berkumur,
3. istinsyaq (menghirup air ke dalam hidung),
4. memendekkan kumis dan
5. bercukur
Ada pun lima perkara yang ada di tubuh adalah:
1. mencabut bulu ketiak,
2. memotong kuku,
3. mencukur rambut kemaluan,
4. kitan dan
5. bercebok.

HR Muslim ra. Berkata bahwasanya Rasul pernah bersabda : Barang siapa yang makan bawang merah, bawang putih (dalam keadaan mentah) dan daun kucai janganlah sekali-kali ia mendekati masjid kami karena sesungguhnya malaikat itu juga merasa terganggu terhadap apa yang menganggu anak Adam (manusia) kitab Durratun Nashihin.
Bersiwak atau gosok gigi mengurangi lendir, meningkatkan daya hafal dan kefasihan atau memperjelas ucapan. Bersiwak itu bernilai tinggi. Orang yang bersiwak sebelum salat atau membaca Al-Qur’an pahalanya dilipatkan sampai 70 kali (Kitab Taklim Muta’alim).
Barangsiapa hendak menghapal ilmu, maka hendaklah ia membiasakan lima perkara, pertama, shalat malam sekalipun dua rakaat, kedua,senantiasa berwudhu, ketiga, bertaqwa dalam rahasia ataupun terang-terangan, keempat, makan untuk memperolek kekuatan, bukan untuk memenuhi syahwat dan kelima, bersiwak (Durratun Nashihin, Bab Ilmu).

Sabtu, 22 Agustus 2009

BAHAYA HUBBUNDUNYA (CINTA DUNIA)


“Siapa hatinya cenderung memburu kenikmatan (manisnya) dunia, maka kelak di akhirat tinggal merasakan penderitaan (pahitnya), sebagai akibat tidak suka kehidupan akhirat.” (Ibnu Samak dari Mau’dhatul Hasanah)

CINTA DUNIA PANGKAL SETIAP KEMAKSIATAN BENCI DUNIA PANGKAL SETIAP KEBAIKAN

By: Yuliantoro
“Orang korupsi itu karena cinta dunia,
orang menipu itu karena cinta dunia,
orang iri dengki itu karena cinta dunia,
orang ingin naik pangkat itu karena cinta dunia,
orang menyuap itu karena cinta dunia,
orang ingin nama baik juga karena cinta dunia.”


Rasulullah SAW bersabda: Siapa saja yang saat bangun tidur menjadikan dunia sebagai tujuannya, maka di hadapan Allah orang tadi tidak memiliki apa-apa. Dan Allah menetapkan pada hati orang itu empat perkara yang membebaninya selama hidup. Empat perkara itu adalah pertama, susah atau prihatin berkesinambungan (selamanya hanya susah dan tidak tenteram), sibuk berkesinambungan (tiada waktu senggang selamannya), fakir atau selalu kekurangan, tidak pernah kecukupan (tidak bakal kaya) selamanya dan banyak anggan-angan (berkhayal) sepanjang masa.
Oleh karena itu, hendaknya pertama kali yang dipikirkan ketika bangun pagi adalah akhirat.

Rabu, 19 Agustus 2009

MENGGAPAI KEBAHAGIAAN SEJATI DUNIA AKHIRAT

“Barang siapa yang menginginkan dunia,
hendaknya ia menguasai ilmu;
barang siapa yang menginginkan akhirat,
hendaknya ia menguasai ilmu;
dan barang siapa yang menginginkan keduanya,
hendaknya ia menguasai ilmu juga.” (al-Hadis)

By: Yuliantoro
Tulisan ini memang sengaja saya awali dengan pertanyaan. Mengapa krisis moral terjadi di mana-mana? Mengapa krisis ekonomi terjadi tak kunjung usai? Mengapa penyakit hati merebak di masyarakat? Mengapa ketidaktenteraman makin menjadi-jadi? Mengapa perasaan tidak aman terus menghinggapi manusia di Indonesia umumnya, dan masyarakat sekitar pada khususnya? Mengapa kesulitan hidup makin tidak menentu? Dan mengapa segala sesuatu yang berhubungan dengan keduniawian makin tidak membuat kenyamanan dalam hidup? Jawaban dari semua ini adalah hubbundunya (kecintaan manusia terhadap dunia) makin menghinggapi jiwa manusia.
Sudah selalu terbukti bahwa segala sesuatu yang bertolak ukur pada semangat materialistis (keduniaaan) pada akhirnya tidak pernah membuat manusia menjadi tenang, tenteram, damai dan bahagia. Namun, orientasi hidup manusia yang ditujukan kepada kehidupan akhirat (pahala/mencari rindlo Allah) selalu ber-ending dengan kedamaian, ketenteraman, kesejukan, dan ketenangan.
Orientasi hidup untuk menggapai pahala sebagai bekal kehidupan akhirat setelah mati, menjauhkan manusia dari iri dengki, kesombongan, keserakahan, kemurkaan, kekejaman, kekerasan, dan segala sifat buruk manusia yang merugikan manusia lain. Berpedoman pada kehidupan akhirat membuat manusia memiliki kepribadian, percaya diri, memiliki prinsip dan harga diri yang ujungnya membawa pada kehidupan manusia yang beradab. Karena semua sifat buruk tersebut, merupakan syarat mutlak yang harus dihindari untuk menggapai kehidupan akhirat yang bahagia. Dalam Al Quran Allah menjanjikan kehidupan akhirat itu penuh dengan kedamaian, ketenteraman, kebahagiaan, kenyamanan serta keindahan abadi.
Sebaliknya orientasi kehidupan yang bertumpu pada materialisme dan harta benda dunia, kenyataan berakhir dengan kekacauan, keresahan, kekhawatiran, serta segala ketidaknyamanan dalam kehidupan. Ketika orang meneriakkan politik sebagai panglima, endingnya ya huri hura dan kekacauan politik yang membuat rakyat/masyarakat sengsara. Ketika ekonomi menjadi tolak ukur keberhasilan pembangunan, nyatanya yang terjadi justru kesulitan hidup, ketidaktenteraman, kekhawatiran, serta ketidakdamaian dalam hidup.
Oleh karena itu, sudah saatnya manusia/Negara maupun masyarakat segera mengubah paradigma kehidupan dari pikiran materialistis (orientasi uang) menjadi orientasi pahala (akhirat untuk menggapai akhirat). Bekerjalah dengan semangat untuk mencari pahala Allah, bukan untuk kepentingan uang. Rejeki itu sudah ketetapan Allah. Sekeras apapun kerja seseorang dalam mengejar materi (uang) kalau memang bukan menjadi rejeki tidak akan tercapai. Sebaliknya, sesantai apapun (bukan malas) manusia dalam bekerja kalau memang sudah menjadi ketetapan ya akan tercapai dengan baik.

SAYANGILAH SAUDARAMU KARENA ALLAH

By: Yuliantoro
Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA bahwasannya Rasulullah SAW bersabda ada seorang laki-laki hendak mengunjungi saudaranya sesama orang iman atau Islam di satu desa dengan desa yang lainnya. Kemudian Allah menaruh malaikat di tengah jalan yang dilewati orang itu. Ketika orang itu sampai di tempat malaikat (tengah jalan itu), malaikat bertanya: “Hendak ke mana engkau?” Laki-laki itu menjawab: “Saya hendak mengunjungi saudaraku di desa itu”. Malaikat itu bertanya lagi: “Apakah engkau punya hutang budi kepada saudaramu.” Laki-laki itu menjawab: “Oh nggak bukan itu masalahnya. Jadi saya itu mencintai dia karena Allah. Saya mengunjungi saudaraku itu karena menyayangi dia.” Dan malaikat itu berkata: “Sesungguhnya aku ini utusan Allah untukmu. Aku ini malaikat Allah yang diutus kepadamu untuk mengabarkan bahwa Allah menyayangimu sebagaimana engkau menyayangi saudaramu.”
Hadist tersebut mengandung pelajaran bahwa kita dianjurkan mengunjungi (menziarahi), menemani, menjadi sahabat, menyayangi saudara atau teman seiman dan Islam semata-mata karena Allah. Artinya sayangilah, kunjungilah, temanilah saudara kita semata-mata karena mengharap pahala dan ridlo Allah. Mengunjungi, menziarahi teman atau saudara jangan karena merasa berhutang budi atau ada kepentingan yang sifatnya duniawiah terhadap pada orang itu.
Persahabatan, jalin silaturahim, mengunjungi, menyayangi saudara karena memang orang itu rajin beribadah atau sayang kepada Allah. Karena Allah memang menyuruh begitu. Menziarahi saudara dengan landasan dan niat karena Allah pahalannya besar sekali. Tapi kalau mengunjungi teman karena urusan bisnis ya hanya untung duniawi saja kalau urusan bisnis itu terjadi.
Kiai Fuad Riyadi dalam sebuah majelis ngaji (taklim) mengatakan dulu ada tradisi di kalangan santri tiap tahun mengungunjungi Abuya Dimyati Banten (ulama). Kunjungan itu karena sayang dan Allah semata untuk mengharapkan pahala yang besar. Meziarahi Kiai itu sama halnya dengan menziarahi ulama (pewaris Nabi).
“Mengunjungi kiai atau para ulama ketika lebaran hendaknya untuk meminta tambah doa restu. Kalau lebaran saat mengunjungi kiai mengatakan sedoyo lepat nyuwun pangapunten, itu adalah salah. Karena kiai itu selalu memaafkan. Juga meminta doa pangestu. Yang benar adalah saya minta tambah doa.

Sabtu, 15 Agustus 2009

HADIST KETIGA : 5 DASAR ISLAM

Sabtu ini deadline LKTI Depag. Dua bulan tenggat waktu tersedia, sebenarnya cukup untuk menyelesaikan tulisan 30an halaman. But, aku gagal memanage diri sendiri. Meski tiada aktifitas tersia bila diniatkan untuk ibadah, namun aku tak mampu menyempurnakannya. Tugasku tak selesai.

HADIST KETIGA : 5 DASAR ISLAM
Hadist Riwayat Bukhari dan Muslim, dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Umar bin Khatab ra. bahwa beliau mendengar Rasulallah Saw bersabda, “Islam itu didirikan di atas lima dasar: bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad itu utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, haji ke Baitullah dan berpuasa Ramadhan.”

Catatan.
Syahadat merupakan perjanjian pribadi mahluk dengan Sang Chalik. Begitupun dengan pelaksanaan ibadah puasa.
Ingkar atau tidak hanya pribadi dan Tuhan yang tahu.
Shalat, zakat dan haji berdimensi ukuwah.
Kelimanya merupakan kesatuan yang tak terpisah dan saling menguatkan.
Tidak Islam (selamat) orang yang menduakan Allah.
Tidak selamat orang yang tidak meniru akhlak Rasulallah Saw.
Tidak sempurna iman bila sholat tidak ditegakkan dalam perbuatan
Tidak masuk surga orang yang mampu berhaji tapi sayang biaya.
Tersesat orang yang mampu memberi tapi menahannya atas nama kebutuhan diri yang tiada habisnya
Jangan kau kata mensyukuri nikmat Allah bila saudaramu sengasara dan kau bahagia di atas penderitaannya.
Sudah Islamkah kita ???